Latest News

Kamis, 24 Desember 2020

Sejarah Aceh (19): Sejarah Lhoknga, Kini Kawasan Wisata Baru; Soetan Mohamad Amin Nasoetion, Gubernur Sumatera Utara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini 

Ada Lhok Seumawe, ada Lhok Soekon. Itu di pantai timur Atjeh. Tentu saja ada nama Lhok di pantai barat Atjeh. Salah satu nama tempat yang menggunakan nama Lhok di pantai barat Atjeh adalah kota Lhok Nga. Lantas apa pentingnya sejarah Lhok Nga. Bukan karena kota ini dekat Kota Radja (kini Banda Aceh) dan juga bukan karena kota ini dekat ke (residentie) Tapanoeli, tetapi karena di kota ini lahir seorang tokoh besar yang kemudian dikenal sebagai Soetan Mohamad Amin Nasoetion.

Nama Lhok Nga pada masa ini dijadikan sebagai nama kecamatan di kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhok Nga terdiri dari empat mukim: Kueh, Lamihom, Lampuuk dan Lhok Nga. Ibu kota kecamatan Lhok Nga di mukim Lhok Nga (terdiri dari empat desa yakni Lamkruet Lampaya, Mon Ikeun dan Weu Raya). Dari nama-nama desa ini mengindikasikan asal-usul yang berbeda, Kota Lhok Nga sendiri sudah lama adanya. Paling tidak pada era Hindia Belanda, kota Lhok Nga dijadikan sebagai ibu kota dimana seorang Controleur berkedudukan.

Lantas apakah ada sejarah Lhok Nga? Seperti yang disebut di atas, pada era Hindia Belanda sudah menjadi kota dimana Controleur berkedudukan. Itu berarti Lhok Nga memiliki sejarah yang perlu dinarasikan. Lalu siapa Soetan Mohamad Amin Nasoetion? Yang jelas dia adalah Gubernur provinsi Sumatra Utara yang pertama yang kala itu masih terdiri dari tiga residentie (Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur). Pada era Gubernur Abdoel Hakim Harahap muncul perselisihan antara Atjeh dengan pusat (Djakarta) pada tahun 1953. Untuk menentram Atjeh, tidak ada pejabat pemerintah yang berani ke Atjeh. Namun ketua parlemen (ketua fralsi Masyumi di DPR) Zainoel Arifin Pohan ke Atjeh. Pemerintah Pusat mengambil langkah strategis, Menteri Dalam Negeri menarik Abdoel Hakim Harahap ke Kementerian Dalam Negeri untuk urusan otonomi daerah. Lalu Presiden memanggil kembali mantan Gubernur Sumatra Utara Soetan Mohamad Amin Nasoetion untuk menggantikan Abdoel Hakim Harahap. Mengapa? Bukan karena para pemimpin Atjeh benci Abdoel Hakim Harahap, tetapi karena Soetan Mohamad Amin Nasoetion bisa berbahasa Atjeh dan memahami budaya Atjeh. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah �sumber primer� seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Lhok Nga dan Guru Mohamad Taib

Sebelum Perang Atjeh (1873) belum diidentifikasi nama Lhoknga. Yang sudah diidentifikasi adalah nama kampong Raba, nama yang diduga menjadi asal-usul nama sungai Krueng Raba. Setelah terjadi perang yang menghancurkan kraton dan masjid Atjeh, daerah aliran sungai Krueng Raba diidentifikasi (Peta 1875). Dalam peta ini pos (militer) Hindia Belanda diidentifikasi di muara sungai sisi selatan yang berseberangan dengan kampong Lhoknga (sisi utara).

Pada Peta 1875 nama-nama kampong di pinggir jalan (di belakang kampong Lhoknga) adalah adalah Baroe, Owi Raja, Lamkroet, Djikat Toea, Lamniboeng, Tjoet dan Lampaja. Jalan tersebut menuju Kota Radja (nama baru Kota Atjeh). Di daerah aliran sungai Krueng Raba, selain kampong Lhoknga adalah kampong Moesang, Lamlom dan Raba. Pada Peta 1883 wilayah Kroeng Raba (IV Moekim) masuk pada afdeeling Groote Atjeh (Aceh Besar).

Dalam perkembangannya wilayah sekitar muara sungai Krueng Raba tersebut diadministrasikan sebagai wilayah IV Moekim yang meliputi mukim-muki Lhoknga, Koeh, Lamlon dan Lampoe Oek. Secara geografis wilayah IV Moekim ini ditandai sebagai Kroeng Raba (posisi dimana pos militer Hindia Belanda). Dalam hal ini IV Moekim sebagai nama wilayah dan Kroeng Raba sebagai ibu kota.

Pada Peta 1899 pos militer pemerintah Hindia Belanda telah direlokasi dari area rawa ke seberang di kampong Lhoknga. Di dekat pos militer ini ke arah pantai sudah diidentifikasi kantor pemerintah. Ini mengindikasikan pejabat pemerintah (Controleur) telah ditempatkan di Lhoknga. Nama wilayah area tidak lagi Kroeng Raba tetapi telah diidentifikasi sebagai Lhoknga. Nama wilayah lama (IV Moekim) tidak muncul lagi yang ada adalah Lhoknga. Nama kampong Lhoknga telah menjadi nama kota dan juga nama wilayah. Nama Kroeng Raba selain tetap nama sungai dijadikan sebagai nama teluk (Kroeng Raba Baai).

Pos militer Lhoknga ini dipimpin oleh komandan berpangkat luitenant. Pada tahun 1899 komandannya adalah Luitenant JC Lamster (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 27-05-1899).  Dalam berita ini juga terindikasi bahwa kawasan pantai barat Grootr Atjeh tidak sehat sedang berjangkit malaria. Untuk perawatan yang terkena malaria baik Eropa maupun pribumi dipusatkan di Lhoknga. Ada usulan bahwa di Lhoknga perlu disegerakan pendirian lembaga kesehatan (rumahsakit). Promosi pendirian itu sudah muncul sebelumnya (lihat Deli courant 28-12-1898). Rumah sakit yang akan dibangun adalah rumah sakit kelas lima (lihat De Preanger-bode, 05-05-1899). Kesatuan militer di Lhoknga terdiri dari dua brigade (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 15-05-1899).

Nama Lhoknga makin penting. Pembangunan jalan dari Kota Radja ke Lhoknga akan dimulai (lihat Deli courant, 15-07-1899).  Usulan dari dewan juga telah disetujui Gubenur untuk pembangunan trem dari Kota Radja ke Lhoknga (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad 07-08-1899). Di Lhoknga juga telah ditetapkan sebagai salah satu tempat stasion cuaca seperti pengukuran curah hujan (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 03-07-1900). Ini mengindikasikan pembangunan pertanian mulai akan dikembangkan di Lhoknga dan sekitar.

Setelah yang terkait dengan primer sudah berjalan dengan baik (keamanan, kesehatan, infrastryktur jalan dan pertanian) di Lhoknga mulai diperkenalkan pendidikan dengan mendirikan sekolah atas dorongan dewan. Sekolah yang didirikan ini adalah sekolah swasta bersubsidi terdiri dari program yang sama dengan sekolah di Lam Njong dan memberikan hasil yang kurang lebih sama, Jumlah siswa tahun pertama dihadiri oleh sekitar 25 siswa Aceh (lihat De Sumatra post, 02-08-1901). Gurunya adalah Mohamad Taif. Pembukaan sekolah kelas dua di Lhoknga ini bersamaan dengan di Seulimeun dan Sigli (lihat Algemeen Handelsblad 05-08-1901).

Salah satu putra Mohamad Taif lahir di Lhoknga. Putra tersebut diberi nama Krueng Raba Nasution yang lahir di Lhoknga tanggal 22 Februari 1904. Mengapa nama Krueng Raba yang diberikan dan bukan Lhoknga? Kelak setelah dewasa nama pemuda Krueng Raba diganti dengan nama yang lebih Islami yakni Mohammad Amin dengan gelar Soetan dan marga Nasoetion.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soetan Mohamad Amin Nasoetion, Bukan Arek Soerobojo Tapi Arek Lhok Nga

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). .: Source:poestahadepok.blogspot com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar