*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Dalam sejarah lama, ada disebut Kerajaan Daja. Pada peta-peta Portugis belum banyak nama tempat yang diidentifikasi di pulau Sumatra. Dari yang sedikit yang berada di pantai barat Sumatra diantaranya Labo (kini Meulaboh), Daya, Baros, Batahan atau Bathang (kini Batang Natal), Passaman, Ticoe dan Indrapoera. Pada era Belanda (VOC) nama Daya mulai meredup dan kurang terinformasikan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda nama Lamno mulai populer.
Daya adalah satu hal. Lamno adalah hal lain. Lantas bagaimana sejarah Daya dan bagaimana sejarah Lamno? Dalam sejarah kuno, Daya adalah kota pelabuhan yang berada di pantai. Lalu apakah hubungan Daya dengan Lamno? Kota Lamno yang kini berada di pedalaman sejatinya adalah kota Daya sendiri. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Daya, Sejarah Lama
Seperti disebut di atas pada peta-peta Portugis sudah diidentifikasi nama Daja di pantai barat Sumatra bagian utara. Pada Peta 1657 (era VOC) nama Daija diidentifikasi di suatu teluk. Seabad kemudian teluk ini tidak berbentuk lagi hanya diidentifikasi sebagai sungai yang muaranya cukup lebar (lihat Peta 1757). Namun demikian nama Daja yang ditulis Daija masih eksis sebagai suatu tempat yang penting (mungkin suatu kerajaan). Lalu seabad kemudian pada Peta 1860 nama Daja atau Daija masih teridentifikasi. Pada Peta 1886 di kawasan Daja ke arah hulu sudah muncul nama baru yang diidentifikasi sebagai Lam Noh.
Sehubungan dengan pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda (yang kemudian kemenangan Pemerintah Hindia Belanda dalam Perang Atjeh di pantai barat Atjeh pada tahun 1899 dibuat peta kawasan yang lebih detail yang diterbitkan pada tahun 1899. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perang di pantai barat Atjeh ini pada tahun 1899 Teuku Oemar wafat. Garis komando kemudian dilanjutkan oleh Panglima Polem.
Untuk menekan perlawanan yang dilancarkan oleh Pasukan Panglima Polem, Komandan Militer Hindia Belanda di Atjeh Jo van Heutsz menempatkan satu detasemen infanteri di Lam No (lihat Haagsche courant, 13-07-1900). Dalam berita ini disebutkan dalam suatu pertempuran Panglima Polem terluka dalam melawan militer Hindia Belanda yang dipimpin van Daalen.Pada tahun 1903 di Lamno terjadi pengejaran terhadap T Mamat Lambeusoe yang menjadi pemimpin perlawanan di daerah aliran sungai Krieng Lambeusoe (lihat De locomotief 13-08-1903).
Yang menjadi seteru T Mamat Lambeusoe adalah Letnan Ten Klooster. Oleh karena penduduk sudah lelah, T Mamat yang takut lama-lama dikhianati penduduk, meninggalkan wilayah Dajahsche. Pengejaran diteruskan dan akhirnya terjadi pengepungan di rumah Teungkoe Hadji Oesuf (paman T Mamat) namun yang ditemukan hanya sisa senjata. Dalam berita ini disebutkan T Mamat yang telah melarikan diri ke seberang sungai berhasil dikejar dan terkenan tembakan dan tewas. Dala berita ini juga disebutkan bahwa bagi penduduk Boven Lageu�n dan Daja kabar tewasnya T Mamat akan sangat melegakan. Beberapa pemimpin perlawanan seperti Keutjhi Hassan, Panglima Akob, dan T. Radja Putih kini berniat menyerahkan senjata mereka.
Besar dugaan setelah tewasnya T Mamat, pahlawan daerah aliran sungai Krueng Lambeusoe, situasi dan kondisi di daerah aliran sungai Krueng Labeusoe menjadi kondusif. Penduduk mulai bekerja kembali dengan tenang. Tidak ada lagi perang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Nama Lamno, Sejarah Baru
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). .: Source:poestahadepok.blogspot com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar