Latest News

Minggu, 31 Januari 2021

Sejarah Kupang (7): Sejarah Kota Dili di Pulau Timor, Deli di Sumatra; Era Portugis, Belanda, Indonesia hingga Era Timor Leste

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah kota Dili? Nama Dili, ingat nama Deli di Sumatra (Utara). Lantas apakah ada hubungan nama ini dalam sejarah lama? Lalu bagaimana nama Dili muncul di pulau Timor? Boleh jadi sudah ada yang menyelidikinya. Tetapi itu tentu saja tidak cukup. Lebih-lebih tentang bagaimana sejarah kota Dili tumbuh dan berkembang? Kota Dili tetap menjadi penting, tidak hanya karena kota Dili berada di pulau Timor, juga kota Dili, yang dulu ibu kota Provinsi Timor Timur, kini menjadi ibu kota negara (Timor Leste).

Dalam sejarahnya, nama-nama geografis yang merujuk pada nama Eropa (Portugis, Belanda dan Inggris) di nusantara hanya beberapa saja, seperti nama (pulau) Flores (yang awalnya hanya sekadar nama tanjung, Cabo das Florest). Yang sangat banyak adalah merujuk pada nama-nama India (era Hindoe), Nama-nama yang merujuk pada nama Belanda hanya beberapa tetapi kemudian dikembalikan kepada nama aslinya seperti Batavia (Jakarta), Buitenzorg (Bogor) dan Fort de Kock (Bukittinggi). Dalam konteks inilah nama Dili di pulau Timor perlu diperhatikan lebih lanjut, apakah namanya merujuk pada nama Portugis seperti Flores atau justru merujuk pada nama India (Deli di Sumatra Utara) atau bahkan justru nama asli (yang diberikan oleh penduduk asli).

Perkataan William Shakespeare (1564-1616) �apalah arti sebuah nama� tidak berlaku dalam kasus nama Kota Dili. Nama adalah penting, bahkan nama itu berasal dari siapa juga dianggap penting. Oleh karena itulah kita perlu memastikannya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe sejarah adalah narasi fakta dan data. Dalam hubungan ini kita juga perlu menggali data untuk menulis narasi sejarah pertumbuhan dan perkebangan Kota Dili. Lalu darimana kita mulai. Kita mulai dari nama Dili sendiri. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk ntuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah �sumber primer� seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Dili di Pulau Timor

Seperti halnya banyak kosa kata Belanda yang digunakan di pulau-pulau lain, seperti di Jawa, kosa kata Portugis juga banyak yang digunakan di Timor (bagian) Portugis. Kosa kata Belanda bahkan banyak yang masuk ke dalam bahasa Melayu (cikal bakal bahasa Indonesia). Hal serupa inilah yang terjadi di Timor Portugis, banyak kosa kata Portugis masuk ke dalam bahasa penduduk asli (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1867). Lalu apakah namma Dili berasal dari kata Portugis? Jangan buru-buru, kita sedang menyelidikinya.

Ada dua tempat yang menggunakan nama geografis yang sama. Nama tempat di pulau Timor yang disebut kampong Dili. Jauh sebelum itu sudah diketahui nama geografis di pulau Sumatra yakni nama wilayah yang juga nama sungai, Deli. Nama Deli awalnya diketahui nama suatu kerajaan, yang lokasinya di hulu sungai Deli yang sekarang. Seperti halnya di pulau Jawa, di pulau Sumatra termasuk di wilayah yang berdekatan dengan Deli banyak ditemukan nama-nama kuno yang merujuk pada nama India (era Hindoe). Nama Deli merujuk pada nama India dan diduga kuat terhubung dengan nama (New) Delhi (Delhi Baru) di India. Satu yang penting bahwa Portugis menaklukkan Malaka di Semenanjung pada tahun 1511, yang menjadi basis orang-orang Portugis berdagang dan membentuk koloni di berbagai tempat termasuk di Amboina dan Ternate (dan tentu saja hinga Timor). Basis Portugis sebelum di Malaka berada di Goa (India). Oleh karena itu, orang-orang Portugis sangat piawai (relatif terhadap orang-orang Belanda) mengeja (menyalin) nama-nama geogtrafis di Sumatra, Jawa dan Borneo yang merujuk pada nama-nama India.

Kapan nama Dili diidentifikasi di (pulau) Timor. Pada peta tertua Portugis (1544) hanya mengindentifikasi nama pulau Timor, pulau Solor dan Baturata. Setelah itu dilaporakan pada tahun 1557 misionaris Portugis membuka stasion di pulau Solor (di Lohayong yang sekarang). Kapan suatu kampong disebut Dili tidak diketahui secara jelas, apakah sebelum kehadiran Portugis atau sesudahnya.

Beberapa penulis menyebut nama Dili sebagai Delhi. Penulis terkenal Steven Adriaan Buddingh dala bukunya berjudul Ne�rlands-Oost-Indie yang diterbitkan M. Wijt tahun 1861 menyebut Dili di Timor (Portugis) juga disebut Delhi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Dili

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Sejarah Kupang (6): Melacak Peta Lama Era Portugis untuk Menemukan Timor; Sketsa dan Peta sebagai Alternatif Data Sejarah

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Keberadaan pulau Timor adalah fakta. Namun sejak kapan pulau tersebut dikenal dengan nama Timor diperlukan data. Sumber data banyak wujudnya: lisan, tulisan dan lukisan. Yang masuk dalam kategori lukisan ini adalah sketsa, peta dan gambar. Sumber peta ini tampaknya masih jarang digunakan. Pentingnya peta dalam penulisan narasi sejarah karena peta menceritakan apa yang dipeatakan yang dapat dibandingkan dengan peta masa kini (untuk melihat perubahan spasial). Tentu saja peta itu sendiri dapat menjadi alternatif jika tidak tersedia data dalam bentuk teks (tulisan).

Data sejarah nusantara, termasuk pulau Timor, dapat dikatakan baru tersedia dan dapat diakses hingga ini hari bermula dari awal navigasi pelayaran orang-orang Eropa yang datang ke nusantara, yang dimulai orang-orang Portugis dan Spanyol kemudian disusul orang-orang Belanda dan Inggris. Namun pada masa ini sangat sulit menemukan peta-peta navigasi pelayaran pada era Portugis. Seperti kita masa ini merujuk pada data-data pada era Belanda (VOC), maka untuk mendapatkan data era Portugis kita harus merujuk pada data Belanda yang merujuk pada data Portugis. Oleh karena itu, dalam penulisan sejarah nusantara pada era Portugis sumber datanya dari Belanda (dari pihak kedua). Namun dalam hal tertentu kita masih menemukan data yang langsung bersumber dari Portugis. Para pembuat peta dan para pelukis di masa lampau telah turut membangun dan melestarikan data sejarah yang penting.

Bagaimana sejarah peta-peta Portugis? Yang jelas mempelajari sejarah peta-peta Portugis adalah salah satu cara untuk menemukan jalan untuk mendapatkan data awal sejarah (pulau) Timor. Dengan demikian baru dimungkinkan untuk menggabungkan peta-peta dan sumber tertulis (tulisan) Belanda (VOC). Okelah kalau begitu, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah �sumber primer� seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Peta-Peta Portugis: Penemuan Nama Timor

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta-Peta Belanda (VOC): Narasi Sejarah Timor

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Sabtu, 30 Januari 2021

Sejarah Kupang (5): Benteng Belanda-VOC Fredrik Hendrik dan Concordia; Penaklukan Portugis di Pulau Timor dan Pulau Solor

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Sejarah awal suatu wilayah (daerah) kurang terinformasikan dan kerap terlupakan. Akan tetapi, sejatinya, sejarah awal itulah peletak dasar ke arah mana selanjutnya sejarah wilayah terkembang. Titik tempat di masa awal di suatu wilayah adalah keberadaan benteng. Fungsi benteng tidak hanya pusat pertahanan, tetapi juga secara defacto telah mewakili wilayah sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan. Seperti di wilayah lainnya, hal itulah yang terjadi di wilayah Timor dan sekitar. Singkat kata ada dua benteng zaman kuno yang perlu diketahui dalam sejarah awal wilayah Timor dan sekitar (kini Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Negara Timor Leste): Fort Fredrik Hendrik dan Fort Concordia.

Nama-nama benteng VOC (Belanda) di berbagai tempat mulai dari Banda Aceh, hingga Ameruka Serikat sebagai berikut: Aden, Ahmadabad, Demak, Gresik, Matara, Nagasaki, Palembang, Surabaya, Tegal, Tuticorin, Haruku, Banjarmasin, Patna, Buru, Hila, Saparua eiland, Kanton/Guangzhou, Larike, Ayutthaya, Khum Peam Lvek, Agra, Vengurla, Maputo, Trincomalee, Mannar, Surakarta, Banda Lontar, Kalpitya, Laoutang, Wajer, Lampong Toulang Bauang, Baleshwar, Cossimbazar, Dhaka, Hougly, Cape Comorin, Nagercoil, Cuddalore, Bimlipatam, Conjemere, Draksharam, Golkonda, Kakinada, Palakollu, Parangipettai, Sadras, Rembang, Pekalongan, Sumenep, Al Mukha, Jambi, Al Basrah, Esfahan, Pontianak,Nakhon Si Thammarat, Bharuch, Kets Mandui, Barus, Airbangis, Natal, Indrapura, Hanoi, Kupang, Loji, Dodinga, Gorontalo, Pattani, Tatta, Anomabu, Goeree Island, Sekondi, Fuzhou, Arakan, Banda Aceh, Baghdad, Bande Kong, Sukadana, Banyuwangi, Syriam, Ava, Martaban, Indragiri, Abaqua, Grand Popo, Ouidah, Jaquim, Aneho, Offra, Save, Allada, Badagri, Portudal, Rufisque, Joal-Fadiout, Mount, Cape, Agathon, Benguela, Loango, Soyo, Cabinda, Malembo, Corisco Island, New Castle, Philadelphia, Epe, Arebo, Appa dan lainnya.

Benteng di Kupang disebut benteng Concordia. Benteng ini dibangun di eks lokasi benteng Portugis di dekat muara sungai (di teluk Coepang, pulau Timor). Satu benteng yang kurang terinformasikan dan kerap dilupakan adalah benteng Fredrik Hendrik di pulau Solor. Dari dua benteng inilah sesungguhnya awal sejarah Timor dan sekitar terakumulasi yang terus berevolusi hingga ini hari. Okelah kalau begitu. Bagaimana sejarah benteng Concordia dan benteng Fredrik Hendrik. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah �sumber primer� seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng Solor (Frederik Hendrik)

Pedagang-pedagang Demak sudah sejak lama menguasai perdagangan di sekitar Laut Jawa terutama di kota-kota pantai utara Jawa. Pada fase inilah pelaut-pelaut Portugis menemukan jalan ke Semeanjung dan menaklukkan kota Malaka tahun 1511. Tidak diketahui secara jelas apakah pedagang-pedagang Demak sudah terhubung dengan intens dengan Ternate, Yang jelas, pelaut dan pedagang Portugis tidak berani datang ke kota-kota pantai utara Jawa, tetapi melakukan ekspansi perdagangan ke pantai utara Borneo (di kota pelabuhan Boernai; kini Brunei). Dari kota pelabuhan yang ramai inilah pedagang-pedagang Portugis (yang berbasis di Malaka) menemukan jalan ke utara di Tiongkok (Macao) dan ke timur di Ternate melalui pantai utara Celebes.

Jalur sutra Malaka (Semenanjung), Boernai (Borneo-Kalimantan), Amoerang dan Manado (Celebes) hingga Ternate sudah lama dirintis oleh pedagang-pedagang Moor beragama Islam yang berasal dari Afrika Utara (seperti Mauritania, Morocco dan Tunisia). Orang-orang Moor tidak berada di Malaka tetapi membentuk koloni di selatannya di kota yang kemudian dikenal kota Muar (merujuk pada nama Moor).

Kota Malaka, dimana pusat perdagangan Portugis berada, cepat tumbuh dan berkembang sebagai suatu hub perdagangan yang penting di Hindia Timur. Belakangan pedagang-pedagang Demak juga menerukan mata dagangannya dari pantai utara Jawa ke Malaka. Sejak kota pelabuhan Banten berkembang, kota yang secara politis terhubung dengan Demak, arus perdagangan tidak lagi ke Malaka, tetapi melalui selat Zunda dan pantai barat Sumatra. Pada situasi inilah pedagang-pedagang Portugis di Malaka menjalin hubungan perdagangan dengan Banten (lihat Mendes Pinto, 1539). Dengan demikian, kota pelabuhan dagang Malaka tetatp terjaga keramaiannya yang dikontrol oleh orang-orang Portugis.

Sementara arus perdagangan Portugis memusat di Malaka dari tiga arah, utara dari Tiongkok, dari timur Ternate dan dari selatan (Banten), kawasan perdagangan Portugis semakin meluas di Ternate, hingga Amboina dan Banda (bahkan Kei dan Aru). Kawasan perdagangan inilah sejak awal kedatangan orang-orang Moor yang disebut Maluku (merujuk pada nama Malaka). Nama Malaka adalah sebutan orang Moor pada kota Malaya (sebelumnya koloni India) dan orang Portugis menyebut Malaka dengan Malacca.

Saat pengaruh perdagangan Demak (pantai utara dan timur Jawa) sampai ke Bali, Lombok dan Soembawa di (teluk) Bima, muncul permintaan kayu cendana di Tiongkok. Seperti kamper dan kemenyan hanya terdapat di Tanah Batak pada zama kuno, untungnya kayu cendana hanya terdapat di pulau Solor dan pulau Timor. Pedagang-pedagang Demak yang hanya sampai ke Bima, pedagang-pedagang Portugis di (kawasan) Maluku menemukan jalan ke pulau Solor (penghasil kayu cendana). Sejak inilah orang-orang Portugis mulai muncul di Solor dan Timor.

Orang-orang Moor yang sudah sejak lama menyebarkan agama Islam di Ternate dan sekitar dan orang-orang Demak di pantai utara Jawa dan saat kemajuan perdagangan orang-orang Portugis, para misionaris Portugis mulau berdatangan yang bermula di Malaka, kemudian meluas ke Amboina. Seorang misionaris Portugis ada juga yang membuka stasion di pantai timur Jawa (Banjoewangi). Lalu pada gilirannya misionaris Portugis membuka stasion di pulau Solor tahun 1557 di Lahayong. Ini seakan menggambarkan sejarah kuno seperti sejak era Hindoe, perdagangan India menyebarkan agama dan perdagangan Islam (Mesir, Arab, Persia dan Moor) menyebarkan agama lalu perdagangan Portugis juga disusul oleh para misionaris Portugis. Hal itulah mengapa ajaran Katolik sampai ke Solor (mengikuti jalur perdagangan).

Sejak kehadiran misionaris Portugis di pulau Solor, kawasan pulau Solor (perdagangan yang meluas ke pulau Timor), posisi kampong Lahayong (stasion misionaris) menjadi sangat penting. Mengapa? Misionaris Portugis pada tahun 1561 di Lahayong melindungi diri dengan membangun benteng (palisade dari pagar kayu) karena khawatir bisa sewaktu-waktu muncul ancaman dari para budak asal Makassar yang bekerja di Solor dan sekitar (dalam produksi kayu cendana). Benteng kayu ini kemudian diperbarui pada 1565 dengan benteng batu alam. Namun celakanya, kelak benteng ini menjadi sasaran pelaut-pelaut Belanda yang datang kemudian di Timor dan sekitar.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Benteng Coupang di Timor (Concordia)

Hingga tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda masih linglung dengan nusantara. Tidak demikian dengan pedagang-pedagang Portugis yang sudah hampir satu abad di nusantara. Memang pelaut-pelaut Belanda menggunkan peta-peta yang dibuat orang-orang Portugis, tetapi untuk mengikutinya dalam navigasi pelayaran tentu berbeda, Hal ini karena sketsa-sketsa peta yang dibuat belum sepenuhnya memenuhi kaidah kartografi. Pada pelayaran Belanda yang pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1595-1597) banyak salah jalan dan menghadapi banyak tantangan di dalam perjalanan hingga mencapai kota pelabuhan Banten dan mendapat penerimaan yang baik di Bali.

Dalam pelayaran Belanda pertama ini, Cornelis de Houtman setelah mencapai pantai utara (pulau) Lombok Januari 1597, mereka memutusakan berbalik, dan sempat singgah di pelabuhan Lombok, lalu kemudian mengitari pulau ke selatan dan berbalik arah menuju pantai timur pulau Bali (di Padang Bai yang sekarang). Sebelum melanjutkan perjalanan pulang mengitari pulau Bali lalu ke selatan melalui selat Jawa (kini selat Bali) Cornelis de Houtman meninggalkan dua pedagang di Bali. Pada pelayaran kedua yang juga dipimpin oleh Cornelis de Houtman tidak terlalu paham di Atjeh, akibatnya Cornelis de Houtman terbunuh di Atjeh 1599. Kapal-kapal Belanda. melarikan diri tetapi adiknya Frederik de Houtman ditahan. Kapal yang tidak dipimpin oleh Cornelis de Houtman menuju Bali untuk menjemput dua pedagang yang ditinggal dua tahun lalu dan kemudian menuju Maluku (satu pedagang ditinggalkan di Ternate). Pada pelayaran berikutnya yang dipimpin oleh Olivier van Noort mencoba peruntungan menuju Luzon tetapi terusir oleh orang Spanyol dan menuju pelabuhan Broenai tetapi diserang di teluk tersebut tanggal 1 Januari 1601. Semua yang menjadi penghalang Belanda di Banten, Atjeh dan Borneo adalah Portugis. Namun demikian seorang pedagang ditingglkan di Banda (yang mana setahun sebelumnya satu pedagang ditinggalkan di Amboina). Pada pelayaran berikutnya juga membawa pesan dari kerajaan tentang pembebasan tahanan di Atjeh pada tahun 1602 dan dimulainya hubungan baik. Pada pelayaran tahun 1604 Frederik de Houtman ikut bersama pelayaran yang dipimpin oleh Admiral Steven van der Hagen. Mengapa admiral? Tujuannya tidak hanya sekadar perdagangan tetapi benar-benar ingin berperang dengan orang-orang Portugis. Admiral Steven van der Hagen langsung menuju Bali (sahabat Belanda) karena dalam pelayaran ini tidak hanya Frederik de Houtman, tetapi juga salah satu pedagang yang pernah di Bali (Redenbuurg). Dari Bali Admiral Steven van der Hagen diarahkan ke Solor dan Timor tetapi mendapat perlawanan dari Portugis. Admiral Steven van der Hagen tidak ambil pusing lalu mengarahkan ke Amboina. Tentu saja ada dua konsultan dalam pelayaran ke Amboina ini yakni Frederik de Houtman dan pedagang di Bali. Pelayaran ini berhasill mengalahkan Portugis di Ambon pada tanggal 23 Februari 1605. Benteng Portugis di Ambon berhasil diduduki. Sejak itu nama benteng yang telah dibangun Portugis sejak 1575 diubah namanya menjadi Fort Victoria. Frederik de Houtman yang pernah dibui dua tahun di Atjeh diangkat menjadi gubernur di Amboina. Sejak inilah Belanda memulai intensitas perdagangan di Hindia Timur.

Setelah sukses mengusir Portugis dari Amboina, orang-orang Belanda mulai mendapat tantangan dari pedagang-pedagang Spanyol. Sebelum Frederik de Houtman mengakhiri tugasnya di Amboina tahun 1611, setahun sebelumnya terjadi pertempuran dengan Spanyol yang mana Admiral Francois Wittert terbunuh. Francois Wittert pernah ngepos di Banten (1603-1605) setelah pada bulan Desember 1601 dan Januari 1602 Laksamana Wolfert Harmensz berhasil memenangkan pertempuran melawan Portugis di Banten. Pada tahun 1612 Pieter Both yang yang menjadi akting Gubernur Jenderal (Belanda) di Banten ingin mengusir Portugis dari Solor dan Timor. Belanda yang sudah di atas angin di Atjeh, Banten dan Amboina, pada tahun 1613, Kapten Apollonius Schot dikirim ke Solor.

Nama Solor sendiri sudah sejak lama dipetakan oleh pelaut-pelaut Portugis. Dalam peta yang direproduksi dengan judul peta La premi�re carte des Moluques, d'apr�s les Reinel yang berisi peta yang dibuat pelaut Portugis pada tahun 1517 pada peta No. 20 diidentifikasi Ilha de Sollor, Cabo das Frolles, Batutara serta Ilha de Timor Homde nace o ssamdollo. Dalam hal ini, nama pulau (ilha) Solor dan ilha Timor serta Batutara adalah nama-nama asli. Timor dalam bahasa Melayu adalah Timur dan batu pada nama Batutara adalah batu. Sedangkan nama Frolles diduga adalah Florest, nama yang diberikan oleh pelaut Portugis pada suatu tanjung (cabo). Dari nama tanjung (Florest) inilah pulau mendapatkan namanya (pulau Florest). Besar dugaan sebelum kedatangan pelaut Portugis 1517 sudah banyak pedagang-pedagang (yang berbahasa Melayu) ke Solor dan Timor. Seperti kita lihat nanti radja di Pulau Solor adalah bernama Niey Chily (1665), Nama Niey Chily sepintas bukan nama lokal tetapi nama yang mirip dengan nama atau gelar orang Moor (niey, niay) dan gelar ini banyak ditemukan di Banten.

Kapten (Belanda) Apollonius Schot berhasil merebut benteng setelah terjadi pengepungan yang lama. Lebih dari seribu orang di dalam benteng, terutama wanita dan anak-anak, diberi pembebasan. Lantas bagaimana dengan Timor? Masih pada tahun yang sama pertempuran terjadi di Coepang, orang-orang Portugis dapat ditaklukkan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com